GLOBAL
Indonesia Tuding Uni Eropa Lakukan Imperialisme Regulasi dengan UU Deforestasi
Pemerintah Indonesia menganggap Uni Eropa melakukan imperialisme regulasi dengan undang-undang deforestasi yang baru.
Irawan Sapto AdhiJAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia menganggap Uni Eropa melakukan imperialisme regulasi dengan UU deforestasi Uni Eropa yang baru.
Meski demikian, kedua belah pihak masih akan terlibat dalam pembicaraan tentang kesepakatan perdagangan bebas.
Berbicara kepada Reuters pada Kamis (8/6/2023), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto, mengatakan Indonesia akan melanjutkan negosiasi untuk perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif (CEPA) dengan blok tersebut.
Berita Terpopuler:
- Lagi, Malaysia Temukan Perkampungan Ilegal Warga Indonesia
- Mengungkap Sosok di Balik Situs Porno yang Jual Video Pelecehan Seksual Perempuan di Transportasi Umum Asia
- Rangkuman Hari Ke-470 Serangan Rusia ke Ukraina: Lokasi Banjir Dibombardir, Kremlin Peringatkan Konsekuensi Ledakan Pipa Amonia
- Serangan Balik Ukraina Dibantu Tank Barat Dilaporkan Terjadi di Orikhiv
- Misteri Orang Misterius di Ohio yang Mengidap Covid-19 Jenis Baru, Virus Ditemukan di Saluran Pembuangan
Di samping itu, Indonesia akan melakukan konsultasi terpisah untuk menyelesaikan perselisihan tentang aturan deforestasi Uni Eropa.
Menurut Airlangga, Indonesia ingin mewujudkan kesepakatan perdagangan bebas (FTA) segera setelah tujuh tahun perundingan.
Namun, dia menekankan bahwa Indonesia dapat menunggu tujuh tahun lagi jika Uni Eropa tidak mau mengakui standar ekspor yang ada, seperti standar ekspor minyak kelapa sawit dan kayu yang berkelanjutan.
"Kami sedang mendiskusikan fasilitasi perdagangan... Tapi pada saat yang sama, mereka sedang membangun tembok penghalang. Ini tidak adil," kata Airlangga, yang mengangkat masalah tersebut di Brussel pekan lalu bersama Wakil Perdana Menteri Malaysia.
Airlangga menyinggung perselisihan yang sedang berlangsung dengan Uni Eropa, termasuk keluhannya di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait larangan ekspor bijih nikel Indonesia dan kasus WTO terpisah yang diajukan Indonesia terkait keputusan Uni Eropa untuk secara bertahap menghentikan penggunaan minyak sawit sebagai bahan baku biofuel (bahan bakar hayati).
"Rencana pajak karbon blok itu juga bisa memukul produk nikel Indonesia," kata Airlangga, menggambarkan aturan Uni Eropa sebagai imperialisme regulasi.
Seorang juru bicara Komisi Eropa mengatakan, Uni Eropa menyadari kekhawatiran terkait undang-undang deforestasi dan memastikan aturan tersebut tidak akan diskriminatif atau digunakan sebagai pembatasan perdagangan terselubung.
“CEPA dengan Indonesia akan mencakup platform untuk kerja sama dalam menghadapi tantangan bersama seperti deforestasi,” kata juru bicara itu.
Dia menambahkan, negosiasi dijadwalkan berlangsung bulan depan.
Sementara itu, Malaysia mengatakan perselisihan atas undang-undang Uni Eropa tidak akan berpengaruh pada negosiasi FTA Uni Eropa yang macet.
Berita Terkait:
- Dikritik Biden Soal Deforestasi Hutan Amazon, Jair Bolsonaro: Ancaman Pengecut
- Makin Gundul, Hutan Amazon Alami Deforestasi Terparah dalam 12 Tahun Terakhir
- COP26 Glasgow, Indonesia dan Lebih dari 100 Negara Janji Akhiri Deforestasi Tahun 2030
- Makin Gundul, Hutan Amazon Alami Deforestasi Terparah dalam 15 Tahun Terakhir
- Bahas UU Deforestasi, Indonesia dan Malaysia Kirim Utusan Minyak Sawit ke Uni Eropa